Mencintai Ciptaan Allah

Kasih saying dan persaudaraan, saling memahami dan menyatu, serta saling menanggung dan membantu merupakan pengertian cinta yang hakiki. Cinta (dengan pengertian seperti itu) dapat menjadi bandul yang melahirkan keistimewaan, kesenangan, kerinduan dan perjuangan. Dengan demikian, cinta bisa mengantarkan seseorang menemukan eksistensinya sebagai makhluk bernurani. Berbeda dengan hewan yang ikatan antara mereka lebih dibentuk oleh insting. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam dunia hewan tidak ada kasih saying, saling membantu dan menanggung dengan penuh kesadaran, kecuali karena insting induk terhadap anaknya.

Sebagai sebuah anugerah kepada manusia, cinta dapat tumbuh berkembang dan dapat pula menyusut berkurang. Cinta berkembang apabila seseorang benar-benar memeliharanya dengan berusaha menumbuhkan kasih saying kepada sesama. Semakin kuat usaha yang dilakukan, semakin kuat juga kedekatan dan cinta pada sanubari orang tersebut. Ia bahkan rela berkorban dan berjuang demi cintanya.

Namun, cinta juga bisa menyusut berkurang. Hal ini dapat terjadi apabila seseorang terlampau lama membiarkan sanubari (sebagai sumber cinta) mengeras dan membeku. Disaat orang-orang di sekitarnya membutuhkan sentuhan dan kasih sayangnya, ia acuh dan membiarkannya berlalu begitu saja. Disaat orang lain berada dalam kesusahan, ia tidak mengulurkan tangan membantunya. Lama kelamaan, hatinya menjadi keras. Sehingga, ia tidak sensitive terhadap permasalahan di sekitarnya. Inilah akibat tidak terpeliharanya cinta dengan baik.

Dengan fungsi diatas, cinta mempunyai peran yang besar dalam kemanusiaan. Banyak sekali efek positif yang diperoleh dari cinta. Oleh sebab itu, tidak salah bila Nabi dengan tegas menjelaskan bahwa beliau akan memberikan jaminan kepada orang-orang yang mempunyai cinta dan kasih kepada sesame maupun kepada yang lain. Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ ومَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللهُ

 “Para pengasih akan dicintai Allah ar-Rahman. Karena itu, cintailah makhluk di bumi, niscaya makhluk di langit akan mencintaimu”

Jaminan cinta demikian bukan tanpa syarat, melainkanharus karena Allah semata, mencintai karena Allah semata berarti mencintai makhluk yang di ridhai untuk dicintai dan dengan cara yang di ridhai pula. Makhluk yang di ridhai untuk di cintai adalah para nabi, ulama, fakir, miskin, yatim, hewan-hewan yang dihalalkan, bukan setan, berhala, tradisi rusak, hewan-hewan yang diharamkan dan sebagainya. Sedangkan cara yang di ridhai dalam cinta adalah tidak berlebihan.

Sesuai dengan hadits tersebut, terdapat sebuah cerita Umar RA. Suatu hari, ia berjalan di jalan-jalan kota. Tiba-tiba ia melihat seorang anak yang membawa burung pipit di tangannya dan mempermainkannya. Melihat pemandangan ini, Umar merasa kasihan terhadap burung tersebut. Ia pun membelinya dari anak itu, kemudian melepaskannya.

Stelah kematian Umar, orang-orang memimpikannya. Dalam mimpi itu, mereka bertanya kepada Umar tentang keadaannya.

“Wahai Umar, apa yang dilakukan Allah kapeadamu?” “Allah mengampuni dan memaafkan dosa-dosaku.” Jawab Umar. “Sebab apa?” Tanya mereka. “Ketika kalian meletakkan-ku di kuburan, menutup-ku dengan tanah, dan meninggalkanku sendirian, dua orang malaikat yang menakutkan mendatangiku. Seolah-olah otakku terbang terbang dan persendianku gemetaran karena kekuatannya. Mereka mengambilku, mendudukkanku dan hendak bertanya kepadaku. Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan, “Tinggalkan hamba-Ku ini, dan jangan menkutinya. Karena Aku menyayanginya dan mengampuni dosa-dosanya. Ia menyayangi burung pipit sewaktu di dunia, maka Aku menyayanginya di akhirat.”

Cerita lain menyebutkan, ada seorang hamba dari Bani Israil berjalan di atas gundukan pasir. Kala itu, Bani Israil sedang tertimpa krisis pangan, paceklik. Kemudian, hamba tersebut berandai-andai,”Seandainya pasir ini adalah tepung, niscaya dapat mengenyangkan perut Bani Israil.”

Maka Allah menurunkan wahyu kepada salah seorang nabi Bani Israil agar berkata kepada Fulan tersebut, “Sesungguhnya, Allah memastikan pahala untukmu jika pasir ini menjadi tepung dan engkau bershodaqoh dengannya.”

Barang siapa yang menyayangi hamba Allah, Allah akan menyayanginya. Oleh karena itu, tatkala hamba tersebut menyayangi hamba-hamba lain, meskipun hanya dengan pengandaian, “Seandainya pasir ini adalah tepung, niscaya dapat mengenyangkan orang-orang”, maka ia memperoleh pahala seperti seandainya ia melakukan itu secara nyata. Subhaanallah. (gB)

Leave a Reply

Your email address will not be published.